Senin, 21 Januari 2013

DEPRESI : PENYAKIT URUTAN KEDUA DI DUNIA TAHUN 2020


Apa yang terlintas dipikiran ketika kita mendengar kata DEPRESI ?
Yups, sebagian orang pasti akan mengatakan depresi itu gila, gangguan jiwa, stress yang berat, ga’ waras dan lain sebagainya.

Pembaca yang budiman, World Health Organization (WHO) dalam penelitiannya tahun 2000 memposisikan gangguan depresif berada pada urutan keempat penyakit di dunia dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia.

Kemudian, bagaimana dengan Indonesia negeri kita tercinta ini? Indonesia dengan seabreg masalah yang membelitnya. Masalah  ekonomi, politik, pindidikan, kesehatan, kemiskinan, bencana alam dan masih banyak lagi.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, Prevalensi masalah mental emosional  yakni depresi dan ansietas ada sebanyak 11,60 persen dari jumlah penduduk  Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Bukan sebuah rentetan angka yang kecil.

Sahabat pembaca, dalam kesempatan ini saya akan sedikit mengupas mengenai depresi. Salah satu pokok pembahasan yang sangat menarik untuk dipelajari. Terlepas itu berhubungan dengan pengalaman pribadi atau  dialami orang-orang terdekat yang berada disekitar saya, depresi dan seluk-beluknya merupakan suatu hal yang seharusnya banyak diketahui oleh masyarakat luas. Karena begitu banyak disekitar kita pemicu atau pencetus untuk terjadinya depresi. Dengan semakin banyaknya pengetahuan mengenai depresi diharapkan kita bisa terhindar atau bisa menghandle jika suatu saat kita berada pada situasi yang menyebabkan depresi itu harus terjadi.

Depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan (suasana hati atau mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa hidupnya hampa dan tidak ada harapan, pemikirannya berpusat pada kegagalan dan kesalahan diri atau menuduh diri, dan sering disertai iri dan pikiran bunuh diri. Penderita depresi sering tidak berminat pada penampilan diri dan aktivitas sehari-hari.

Penyebab depresi sangat kompleks, melibatkan factor genetic, biologis dan lingkungan dimana factor-faktor tersebut bisa menyebabkan gangguan depresi baik secaca tunggal maupun bersama-sama. Pasien depresi menunjukan adanya perubahan neutransmiter otak antara lain : norefinefrin, 5-HT dan dopamine.

Walaupun belum diketahui secara pasti, pada tingkat seperti apa ketidakseimbangan neurotransmitter dapat mempengaruhi perasaan, namun ketidakseimbangan neurotransmoter ini diketahui dapat disebabkan oleh bebrbagai hal, seperti di bawah ini:
  1. Keturuna
  2. Kepribadian (berpikir negative, pesimis, kekhawatiran yang berlebihan, rendah diri dll.)
  3. Situasi / lingkungan (depresi postpartum)
  4. Kondisi medic ( penyakit jantung, stroke, DM, kanker, perimenopause, hipotiroidisme dll.)
  5. Penggunaan obat ( prednisone, antibiotic, obat tidur, pil KB dll.)
  6. Penyalahgunaan zat ( alcohol, drug dll.)

Gangguan depresif ditandai dengan berbagai keluhan seperti kelelahan atau merasa menjadi lamban, masalah tidur, perasaan sedih, murung, nafsu makan terganggu dapat berkurang atau berlebih, kehilangan berat badan dan iritabilitas. Penderita mengalami distorsi kognitif seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga dan putus asa.
Simptom dapat digolongkan dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku.
Ø  Perubahan cara berpikir – terganggunya konsentrasi dan pengambilan keputusan membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek, dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi pikiran mereka. Mereka menjadi pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi perasaan bersalah yang besar,
dan mengkritik diri sendiri. Beberapa orang merusak diri sendiri sampai melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Ø  Perubahan perasaan – merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa orang merasa tak lagi dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan tak dapat merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak peduli dengan apapun. Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu tanpa bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung, mudah marah. Pada keadaan ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Ø  Perubahan perilaku – ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka menjadi apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga menarik diri dari pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak makan atau sulit membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang semua hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering menurun sampai hilang, tak lagi mengurus diri, termasuk mengurus hal dasar seperti mandi, meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan maupun pribadi. Beberapa orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.
Ø  Perubahan Kesehatan Fisik – dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya tidak sehat fisik selama gangguan depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia lebih senang berada di tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur banyak atau tidak dapat tidur. Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah malam dan menatap langit-langit. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda khas dari gangguan depresif. Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering menyertai. Gejala tersebut berjalan demikian lama, mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun, dimana perasaan, pikiran dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap hari. Jika gejala ini terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya membawanya untuk berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati.

Gangguan depresif dapat diobati dan dipulihkan melalui konseling/psikoterapi dan beberapa diantaranya memerlukan tambahan terapi fisik maupun kombinasi keduanya. Karena ada beberapa faktor yang saling berinteraksi untuk timbulnya gangguan depresif, penatalaksanaan yang komprehensif sangat diperlukan. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur penderita dan respon terhadap terapi sebelumnya.
Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta untuk mengindentifikasi gejala gangguan depresif, memberikan konseling tentang terapi yang dipakai, obat yang dikonsumsi, monitoring efek samping obat yang dikonsumsi penderita.
Sebagai Apoteker perlu untuk mengetahui obat-obat antidepresan yang digunakan serta tata laksana terapi depresi. Berikut merupakan antidepresan yang dapat digunakan :
Nama generic
Dosis awal (mg/hari)
Rentang dosis lazim (mg/hari)
SSRI      
Citalopram
20
20-60
Escitalopram
10
10-20
Fluoksetin
20
20-60
Fluvoksamin
50
50-300
Paroksetin
20
20-60
Sertralin
50
50-200
SNRI
Venlafaksin
37,5-75
75-225
Duloksetin
30
30-90
Aminoketon
Bupropion
150
150-300
Triazolopiridin
Nefazodon
100
200-600
Trazodon
50
150-300
Tetrasiklik
Mirtazapin
15
15-45
TCA Amina tersier
Amitriptilin
25
100-300
Klomipramin
25
100-250
Doksepin
25
100-300
Imipramin
25
100-300
TCA Amina sekunder
Desipramin
25
100-300
Nortriptilin
25
50-200
MAOI
Fenelzin
15
30-90
Selegilin (transdermal)
6
6-12
Tranilsipromin
10
20-60

Naah… seperti itu sekilas tentang depresi mudah-mudahkan bisa menambah
pengetahuan dan pembendaharaan ilmu yang kita miliki…
Kalau pembaca ingin lebih banyak lagi belajar mengenai depresi langsung aja ke sumber ilmu yang saya gunakan.

Anonym, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan Depresif, Dep. Kesehatan RI, Jakarta.

Ikawati sullies, 2012, Farmakoterapi Penyakit Sistem syaraf Pusat, Bursa Ilmu, Yogyakarta.

Jiwo tirto, 2012, Depresi : Panduan bagi pasien, keluarga dan teman dekat, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Bagi Penderita Gangguan Jiwa, Jawa Tengah, Indonesia.

Teter, CJ, Kando, JC, Wells, BG, Hayes, PE, 2008, Depressive disorrder, in DiPiro (eds): Pharmacotherapy, A Pathophsyological Approach, 7th edition, McGraw Hill, New York.











3 komentar: