Selasa, 18 November 2014

Menerobos Banjir

Assallamu'allaikum...
Dear Sobat pembaca, malam ini saya pengen berbagi cerita tentang perjalanan dan perjuangan menuju tempat tugas ( agak sedikit didramatisir sih ).



Pagi yang dingin dan lembab ( karena tadi malam hujan ) sekitar jam 6 saya sudah siap dengan perlengkapan tempur. Motor sip, tas ransel siap, sweater ok dan sepatu lapanganpun telah terpasang cantik di kaki. Rutinitas seperti itu sudah sejak 2 bulan yang lalu saya lakukan. Jum'at siang meninggalkan tempat tugas untuk pulang ke rumah tercinta dan Senin pagi saya harus kembali lagi menempuh perjalan menuju tempat tugas. Namun pagi ini berbeda, hari Selasa saya baru kembali menempuh perjalanan yang cukup panjang untuk menuju ke tempat tugas dikarenakan hari Senin kemarin saya harus ke kantor Dinas Kesehatan yang ada di Kabupaten untuk mengantar laporan dan beberapa urusan lainnya. Puskesmas Nanga Mau kecamatan Kayan Hilir Kabupaten Sintang tempat saya bertugas. Kalau kata orang  sih membutuhkan 3 jam untuk mencapai daerah tersebut dengan kecepatan sedang alias santai. Kalau ngebut ya paling-paling 2 jam sudah sampai, itu kata orang. Tapi saya menempuh perjalanan tersebut biasanya 1 jam 40 menit, yaaa begitulah saya.

Kembali lagi ke topik pembicaraan, setelah perlengkapan siap semua saya pun dengan penuh percaya diri memacu kuda besi dengan kecepatan standar (standar saya tentunya). Dua hari sebelumnya saya mendapat sms dari kepala TU di Puskesmas, beliau mengabarkan jika Nanga Mau sudah mulai banjir. Ketika saya ke kantor Dinas pun beberapa orang memberikan kabar yang sama. Namun saya selalu berpikiran positif kalau saya tetap bisa ke Nanga Mau dengan alasan banjir belum terlalu tinggi jadi motor masih bisa lewat. Selain itu juga, saya tidak bisa meninggalkan tugas dan kewajiban saya terlalu lama (ceeiile, berasa pegawai teladan). Ternyata sodara-sodara, perjalanan pagi ini tak seperti apa yang terbayang di kepala. Perjalanan saya terganggu dengan keadaan yang licin ketika setelah melewati kampung emparu (kurang lebih 50 menit perjalanan dari Sintang), kecepatanpun mulai berkurang. Dengan konsentrasi dan penuh kehati-hatian mengendarai si putih. Di perjalanan akhirnya sampailah saya menemukan jalan yang sudah tergenang air kira-kira setinggi mata kaki (*dalam hati, "cuma segini ja ni banjirnya??" *dengan perasan meremehkan),  saya pun bisa melewati genangan air tanpa hambatan apapun. Beberapa kali saya melewati jalan seperti itu dan tentunya menambah keyakinan saya untuk meneruskan perjalanan.

Ternyata tantangan yang sesungguhnya belum terlewati. Sampailah pada sebuah jembatan yang sudah tergenang air setinggi lutut saya. Berhenti sejenak untuk berpikir bagaimana cara melewati jalan tersebut. Bayangkan saja, motor yang saya gunakan bisa dikatagorikan motor yang amat sangat pendek (*motor Beat). Saya cek tinggi knalpot dan kipas motor ternyata posisinya lebih rendah dari lutut (semakin galau dibuatnya). Untung saja ada sebuah keluarga yang hendak mandi di situ. Sang bapak mengecekkan keadaan jembatan dan memberi saran jika ingin nyebarang ngebut saja ketika melewati air dan saya pun meng iya kan perkataan bapak itu. Taaaapiii, saya tetap saja tidak berani untuk menyebrangnya, sampai akhirnya bapak yang baik hati itu menyebrangkan motor saya. Dengan ucapan terimasih saya pun terus melanjutkan perjalanan. Namun, sebelum saya meninggalkan keluarga itu mereka memberi info jika di depan masih ada lagi jalan yang banjir dan lebih dalam (makin was-was lagi dibuatnya).

Tantangan keduapun akhirnya menyambut saya. Sebelum sampai di jalan yang banjir saya melihat antrian beberapa (lebih dari 5) mobil besar (truk sawit) yang parkir di tepi jalan. Ternyata mereka tidak bisa lewat. waaaaaaahhh, apalagi motor saya????? pertanyaan yang bergelantung di benak terdangkal.  Tindakan pertama yang saya lakukan adalah mematikan motor dan sejenak menenangkan hati. Gilak, itu banjir sepinggang orang dewasa men !!!
Beberapa orang laki-laki menghampiri dan menawarkan jasa penyebrangan motor serta diri saya tentunya. Mereka memasang harga 50 ribu dan naluri emak-emak saya pun keluar, "Turun lagi lah pak, 50 ribu mahal sekali. 30 ribu lah ya pak". Kali ini jurus emak-emak saya gagal, mereka tetap keukeuh harus 50 ribu. Yaaaa apa boleh buat tidak ada pilihan lagi. Motor saya dipanggul oleh 5 orang lelaki dan saya disebrangkan dengan menggunakan sampan (*sekilas info, itu pengalaman pertama kali saya naik sampan). Sebrang-menyebarang selasai, saya pun melanjutkan perjalanan.

Tantangan ketiga lagi-lagi menyambut. Seperti tantang sebelumnya saya mematikan motor dan diam sejenak sambil mengamati kedalan air. Kedalam air kira-kira setinggi lutut orang dewasa. Tak lama kemudian terlihatlah di sebrang sana seorang ibu dengan membonceng anaknya menggunakan motor mio hendak menerobos banjir. Hebatnya, ibu tersebut dengan selamat bersama motor dan anaknya sampai kesebrang. *dalam hati, weleh, ibu itu saja bisa masak saya ga bisa???
Dengan tekat yang bulat saya memutuskan untuk menyebrang. Motor dihidupkan, dan tancap gas serta berharap motor tidak mati di tengah banjir. Namun harapan itu agak sedikit ternodai, motor mati di tengah banjir. Untungnya ketika saya start lagi motor dapat hidup kembali dan tancap gas lagi. Selain tragedi motor mati di tengah banjir, ada lagi sesuatu yang membuat hati semakin was-was yaitu ketika konsentrasi lagi pull-pullnya melawan banjir dan arus yang lumayan deras eeeeeeeh ada ular yang berenang menyebarang jalan juga. Cukup memecah konsentrasi. Sekilas saya liat ularnya kecil jadi tidak terlalu di ambil pusing (walaupun bedebar juga) dan fokuspun kembali dengan menyusun strategi agar motor tidak mati lagi dan sampai di sebrang. Sesampai di sebrang saya langsung mengecek kaki, kali aja ularnya nyangkut di kaki saya. Tapi ternyata tidak, *syukurlah. Tantangan ketiga berhasil.

Tantangan selanjutnya. Tinggi air pada tantangan kali ini kira-kira setinggi pinggang anak-anak (berarti sepinggang saya dong,haha). Ada seorang bapak dengan sampan besarnya sedang menunggu orang yang hendak menggunakan jasanya untuk menyebrangkan motor. Namun saya tidak menggunakan jasa bapak itu, berhubung jarak ke tempat tinggal saya tidak terlalu jauh (kira-kira 10 menit jalan kaki) saya pun memutuskan untuk menyebarang dengan jalan kaki dan motor dititipkan pada penduduk setempat. Tas ransel digendong dan saya pun menyebrang serta  berjalan dengan sepatu dan celana basah sampai pinggang menuju rumah.

Tantangan perjalanan hari ini selesai. Satu hal yang harus ditekankan pada diri saya, saya harus menikmati semua ini dan saya pun menikmatinya (senyum cantik, ramah dan anggun,haha).

3 komentar:

  1. semangaatttt...................... sukses ya say..... semoga banjirnya ga menyerang lagi amiiinnn

    BalasHapus
  2. aaaamiiin....mksh kak... semoga semangatnya terus berkobar.. kak icha juga semoga sukses, tesnya lulus...

    BalasHapus
  3. Izin promo ya Admin^^
    bosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
    mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
    mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik
    ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
    add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))

    BalasHapus