This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 18 Juni 2015

Puasa dan Anak Kost

Assalamua’alaikum…
Dear sobat, masih dalam suasana haru soalnya aku masih bisa bertemu dengan bulan Ramadhan tahun ini.  Semoga semuanya menjadi lebih baik lebih baik dan lebih baik. Aamiin.
                Menjadi anak kost, keadaan yang membuat aku mau tidak mau harus mau untuk memilih jalan itu. Menjadi anak kost, bukan hal yang asing dalam hidupku. Menjadi anak kost, dari kuliah hingga kerja. Menjadi anak kost, kalau kata orang enak, bebas, mau kemana-mana terserah kaki melangkah. Tapi kalau menurut aku sih sama aja, secara dari dulu hidup aku sudah bebas sebebas-bebasnya meskipun tinggal bersama orang tua. Orang tua selalu membebaskan kemanapun aku mau pergi. Mau ikut semua kegiatan ekstra di sekolah boleh, mau camping di hutan boleh(hobi banget tu), mau les ke guru mana pun boleh, mau main sesuka hati juga monggo. So, sama aja jadi anak kost sama tinggal dengan orang tua ( Awesome Parents). Kalau ngekost malah semua serba sendiri, tidur bayar, makan bayar (yaaa walaupun dulu tetep aja orang tua yang bayarin).
                Puasa dan Anak Kost. Pengalaman pertama puasa menjadi anak kost sewaktu kuliah di Pontianak. Semuanya serba beli, kecuali nasi. Kalau pas sahur telur dadar hampir menjadi makanan favorit (terpaksa juga sih ). Kuliah selesai pulanglah ke rumah, eeeh  belum aja ketemu bulan puasa udah kuliah lagi ke Jogja. Di tanah Jawa tersebut ternyata aku jadi makin menikmati (manja tepatnya) menjadi anak kost. Semuanya serba ada. Bahkan yang dulu rajin masak nasi jadi jarang (pake banget). Semuanya serba makan di luar. Perkembangan signifikan yang terjadi ketika ngekost di Jogja ketika makan sahur, yang dulunya sewaktu di Pontianak makan dengan hanya telur dadar kalau di Jogja makanannya terbilang lengkap dan menyehatkan. Ada nasi, sayur, lauk dan buah. Orang yang paling berjasa dari lengkapnya makan sahur aku pada waktu itu adalah Ibu Ketering. Setiap subuh ketika bangun makanan  lengkap sudah siap di depan kamar kost (temen yang ngambilin, haha).
                Lain dulu lain sekarang. Dulu anak kost kuliahan sekarang anak kost kerjaan (udah kerja maksudnya). Naaah… sampailah pada inti cerita. Sebenarnya mau cerita detail dari awal jadi anak kost sampai sekarang tapi berhubung memori terbatas jadi cerita yang masih segar aja.
                Bulan Ramadhan 1436 H ini aku puasa di tempat tugas KOTA KECAMATAN KAYAN HILIR (“kota”nya agak maksa). Kayaknya puasa kali ini adalah puasa terunik (nenes lebih tepatnya) versi  25 tahun hidupku. Dari awal sebelum puasa kemarin aku sudah dihinggapi berbagai macam kekhawatiran yang semuanya mengerucut kearah kekhawatiran tentang ‘makanan’. Buka nda ya warung makan (langganan) ? dan gimana makan sahurnya?. Sekedar info, keadaan dapur kost aku sekarang tidak memungkinkan untuk masak  yang ‘macem-macem’ (haha, banyak lapis). Setelah dikonfirmasi ternyata warung makan buka di bulan puasa (bahkan untuk sahur juga) tetapi 2 sampai 3 hari menyambut puasa tutup dulu. *dalam hati* oooh y owes lah ga papa, dua hari ini masak dan makan seadanya aja.
                Malam tarawih pertama tiba. Dari malam udah niat kalau sahur nanti cukup minum air putih saja (dari malam males makan). Waktunya makan sahur tiba, hape berdering ( super mom, boy friend pada nelpon). Masih keukeuh untuk bilang  ke mereka “aku ga sahur, mau minum air putih aja”. Setelah mereka selesai menelpon pikir-pikir ga ada salahnya juga aku makan sahur lagian ada sebungkus mie dan sebutir telur di dapur ( cadangan makan ala anak kost). Akhirnya “oke deh, aku sahur”. Menunya telur goreng dan mie goreng. Bahan dan peralatan siap, kuali yang sudah terisi minyak goreng  siap untuk menggoreng telur (mata sapi jee). Minyak panas, telur siap digoreng. “Preek”!!! (suara mecahkan cangkang telur). Bukan sulap bukan sihir, ternyata telurnya sudah busuk. Berhubung aku orang yang legowo ya sudahlah aku masak mie goreng aja (pasrah). Kuali berisi minyak diganti dengan panci berisi air , ketika air hampir mendidih aku ambil mie untuk siap-siap direbus.  Mujurnya, sebelum buka bungkus mie terlihatlah tanggal ED, bulan Juli 2015. Yaaaaaela itu kan ED nya bulan depan. Untuk memastikan kondisi mie aku pun membuka bungkusnya dan mujurnya lagi mie udah demun alias melempem. Dan untuk lebih memastikan lagi kondisi mie, aku cuil sedikit terus aku makan dan lagi lagi kemujuran berpihak, mie sudah terasa asam. Ga tau asam dari mie atau dari mulutku (secara bangun tidur tanpa sikat gigi, wkwkw). Lagi lagi dengan hati yang legowo akhirnya air yang sudah mendidih aku seduhkan ke dalam cangkir yang telah terisi teh dan gula. Cerita sahur pertama selesai dengan segelas teh panas (lumayanlah).
                Masih di hari yang sama. Waktu berbuka puasa hampir tiba. Sore itu aku berniat main ke komplek puskesmas (ngabuburit) terus pulangnya baru beli makan untuk berbuka. Pulang main aku langsung mencari kue untuk berbuka tapi kok udah pada habis semua. Ternyata aku terlambat. Setelah keliling dapatlah tempat orang jual gorengan, untung aja gorengannya masih. Itupun tinggal bakwan dan harus menunggu karena bakwan sedang digoreng (is ok). Di warung itu niatnya pengen beli teh es tapi ternyata nda ada, yaa sudahlah beli es nya aja terus nanti bikin teh sendiri di kost. Sesampainya di kost, ngerebus air dan membuat teh. Ada yang salah ketika aku menyeduh teh. Gula dan teh aku masukkan dalam sebuah botol plastik M***life dengan pemikiran botolnya kuat karena air yang aku rebus ga sampai mendidih (hangat-hangat rambut). Daaaan ternyata dugaanku salah, botol meleot kepanasan. Cerita berbuka puasa pertama selesai dengan sebotol teh es yang meleot dan bakwan.

Sekian  ^_^  

Selasa, 18 November 2014

Menerobos Banjir

Assallamu'allaikum...
Dear Sobat pembaca, malam ini saya pengen berbagi cerita tentang perjalanan dan perjuangan menuju tempat tugas ( agak sedikit didramatisir sih ).



Pagi yang dingin dan lembab ( karena tadi malam hujan ) sekitar jam 6 saya sudah siap dengan perlengkapan tempur. Motor sip, tas ransel siap, sweater ok dan sepatu lapanganpun telah terpasang cantik di kaki. Rutinitas seperti itu sudah sejak 2 bulan yang lalu saya lakukan. Jum'at siang meninggalkan tempat tugas untuk pulang ke rumah tercinta dan Senin pagi saya harus kembali lagi menempuh perjalan menuju tempat tugas. Namun pagi ini berbeda, hari Selasa saya baru kembali menempuh perjalanan yang cukup panjang untuk menuju ke tempat tugas dikarenakan hari Senin kemarin saya harus ke kantor Dinas Kesehatan yang ada di Kabupaten untuk mengantar laporan dan beberapa urusan lainnya. Puskesmas Nanga Mau kecamatan Kayan Hilir Kabupaten Sintang tempat saya bertugas. Kalau kata orang  sih membutuhkan 3 jam untuk mencapai daerah tersebut dengan kecepatan sedang alias santai. Kalau ngebut ya paling-paling 2 jam sudah sampai, itu kata orang. Tapi saya menempuh perjalanan tersebut biasanya 1 jam 40 menit, yaaa begitulah saya.

Kembali lagi ke topik pembicaraan, setelah perlengkapan siap semua saya pun dengan penuh percaya diri memacu kuda besi dengan kecepatan standar (standar saya tentunya). Dua hari sebelumnya saya mendapat sms dari kepala TU di Puskesmas, beliau mengabarkan jika Nanga Mau sudah mulai banjir. Ketika saya ke kantor Dinas pun beberapa orang memberikan kabar yang sama. Namun saya selalu berpikiran positif kalau saya tetap bisa ke Nanga Mau dengan alasan banjir belum terlalu tinggi jadi motor masih bisa lewat. Selain itu juga, saya tidak bisa meninggalkan tugas dan kewajiban saya terlalu lama (ceeiile, berasa pegawai teladan). Ternyata sodara-sodara, perjalanan pagi ini tak seperti apa yang terbayang di kepala. Perjalanan saya terganggu dengan keadaan yang licin ketika setelah melewati kampung emparu (kurang lebih 50 menit perjalanan dari Sintang), kecepatanpun mulai berkurang. Dengan konsentrasi dan penuh kehati-hatian mengendarai si putih. Di perjalanan akhirnya sampailah saya menemukan jalan yang sudah tergenang air kira-kira setinggi mata kaki (*dalam hati, "cuma segini ja ni banjirnya??" *dengan perasan meremehkan),  saya pun bisa melewati genangan air tanpa hambatan apapun. Beberapa kali saya melewati jalan seperti itu dan tentunya menambah keyakinan saya untuk meneruskan perjalanan.

Ternyata tantangan yang sesungguhnya belum terlewati. Sampailah pada sebuah jembatan yang sudah tergenang air setinggi lutut saya. Berhenti sejenak untuk berpikir bagaimana cara melewati jalan tersebut. Bayangkan saja, motor yang saya gunakan bisa dikatagorikan motor yang amat sangat pendek (*motor Beat). Saya cek tinggi knalpot dan kipas motor ternyata posisinya lebih rendah dari lutut (semakin galau dibuatnya). Untung saja ada sebuah keluarga yang hendak mandi di situ. Sang bapak mengecekkan keadaan jembatan dan memberi saran jika ingin nyebarang ngebut saja ketika melewati air dan saya pun meng iya kan perkataan bapak itu. Taaaapiii, saya tetap saja tidak berani untuk menyebrangnya, sampai akhirnya bapak yang baik hati itu menyebrangkan motor saya. Dengan ucapan terimasih saya pun terus melanjutkan perjalanan. Namun, sebelum saya meninggalkan keluarga itu mereka memberi info jika di depan masih ada lagi jalan yang banjir dan lebih dalam (makin was-was lagi dibuatnya).

Tantangan keduapun akhirnya menyambut saya. Sebelum sampai di jalan yang banjir saya melihat antrian beberapa (lebih dari 5) mobil besar (truk sawit) yang parkir di tepi jalan. Ternyata mereka tidak bisa lewat. waaaaaaahhh, apalagi motor saya????? pertanyaan yang bergelantung di benak terdangkal.  Tindakan pertama yang saya lakukan adalah mematikan motor dan sejenak menenangkan hati. Gilak, itu banjir sepinggang orang dewasa men !!!
Beberapa orang laki-laki menghampiri dan menawarkan jasa penyebrangan motor serta diri saya tentunya. Mereka memasang harga 50 ribu dan naluri emak-emak saya pun keluar, "Turun lagi lah pak, 50 ribu mahal sekali. 30 ribu lah ya pak". Kali ini jurus emak-emak saya gagal, mereka tetap keukeuh harus 50 ribu. Yaaaa apa boleh buat tidak ada pilihan lagi. Motor saya dipanggul oleh 5 orang lelaki dan saya disebrangkan dengan menggunakan sampan (*sekilas info, itu pengalaman pertama kali saya naik sampan). Sebrang-menyebarang selasai, saya pun melanjutkan perjalanan.

Tantangan ketiga lagi-lagi menyambut. Seperti tantang sebelumnya saya mematikan motor dan diam sejenak sambil mengamati kedalan air. Kedalam air kira-kira setinggi lutut orang dewasa. Tak lama kemudian terlihatlah di sebrang sana seorang ibu dengan membonceng anaknya menggunakan motor mio hendak menerobos banjir. Hebatnya, ibu tersebut dengan selamat bersama motor dan anaknya sampai kesebrang. *dalam hati, weleh, ibu itu saja bisa masak saya ga bisa???
Dengan tekat yang bulat saya memutuskan untuk menyebrang. Motor dihidupkan, dan tancap gas serta berharap motor tidak mati di tengah banjir. Namun harapan itu agak sedikit ternodai, motor mati di tengah banjir. Untungnya ketika saya start lagi motor dapat hidup kembali dan tancap gas lagi. Selain tragedi motor mati di tengah banjir, ada lagi sesuatu yang membuat hati semakin was-was yaitu ketika konsentrasi lagi pull-pullnya melawan banjir dan arus yang lumayan deras eeeeeeeh ada ular yang berenang menyebarang jalan juga. Cukup memecah konsentrasi. Sekilas saya liat ularnya kecil jadi tidak terlalu di ambil pusing (walaupun bedebar juga) dan fokuspun kembali dengan menyusun strategi agar motor tidak mati lagi dan sampai di sebrang. Sesampai di sebrang saya langsung mengecek kaki, kali aja ularnya nyangkut di kaki saya. Tapi ternyata tidak, *syukurlah. Tantangan ketiga berhasil.

Tantangan selanjutnya. Tinggi air pada tantangan kali ini kira-kira setinggi pinggang anak-anak (berarti sepinggang saya dong,haha). Ada seorang bapak dengan sampan besarnya sedang menunggu orang yang hendak menggunakan jasanya untuk menyebrangkan motor. Namun saya tidak menggunakan jasa bapak itu, berhubung jarak ke tempat tinggal saya tidak terlalu jauh (kira-kira 10 menit jalan kaki) saya pun memutuskan untuk menyebarang dengan jalan kaki dan motor dititipkan pada penduduk setempat. Tas ransel digendong dan saya pun menyebrang serta  berjalan dengan sepatu dan celana basah sampai pinggang menuju rumah.

Tantangan perjalanan hari ini selesai. Satu hal yang harus ditekankan pada diri saya, saya harus menikmati semua ini dan saya pun menikmatinya (senyum cantik, ramah dan anggun,haha).

Selasa, 03 Juni 2014

ASI Foremilk "si encer" dan Hindmilk "si kental"


Dear Sobat pembaca… Sejak beberapa taun ini saya sangat tertarik dengan dunia kesehatan Ibu dan Anak. Ketertarikan itu semakin memuncak semenjak ketika saya bekerja di salah satu klinik bersalin (2 tahun lalu). Banyak info dan ilmu baru yang saya peroleh di sana. Setiap hari bertemu dengan ibu-ibu hamil dan bayi-bayi mungil sungguh pengalam yang luar biasa menyenangkan. Bahkan saat itu saya mulai paham tahap-tahap persalinan, secara sering sekali menyaksikan proses persalinan (padahal saya tidak ada basic ilmu kebidanan).

Kesehatan ibu dan anak. Wah, kalo harus memaparkan hal tersebut sungguh amat sangat banyak point yang harus dijelaskan. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya lebih concern pada ASI (air susu ibu). Menurut saya ASI adalah nutrisi terbaik di dunia yang diciptakan oleh Allah SWT untuk bayi.

Langsung saja, kali ini saya akan berbagi mengenai ASI Foremilk dan Hindmilk. Istilah tersebut mungkin masih agak asing namun mungkin juga sebagian kita sudah sering mendengarnya bahkan paham mengenai hal tersebut.

Foremilk adalah simple nya ASI yang encer sedangkan hindmilk adalah ASI yang kental. Kedua jenis ASI tersebut sama-sama penting bagi nutrisi bayi. Pendapat bahwa ASI yang encer kurang baik dibandingkan ASI yang kental merupakan pandangan yang kurang tepat. Kenapa demikian? Yaaa karena keduanya masing-masing mengandung nutrisi yang sama pentingnya bagi si bayi.

Berbicara mengenai nutrisi alias kandungannya, foremilk mengandung vitamin larut air, karbohidrat, protein, laktosa ( pokoknya kandungan airnya lebih banyak) sedangkan hindmilk kandungannya lebih banyak lemak (bukan berarti Cuma lemak doang ya, nutrisi yang lain tetep ada loh seperti pada foremilk). So, perbedaannya hanya pada yang satu kandungan air lebih banyak dan yang satu lagi kandungan lemaknya lebih banyak.

Foremilk adalah susu yang keluar lebih duluan dimana warnanya agak bening dan encer sedangkan hindmilk keluar beberapa saat setelah foremilk keluar dan terlihat lebih putih serta kental. Sehingga ketika ibu sedang menyusui sangat disarankan untuk mengosongkan terlebih dahulu satu sisi baru pindah ke payudara sebelahnya. Ibarat foremilk adalah minuman dan hindmilk adalah makanan sehingga si bayi dapat dua-duanya tu, makan dan minumnya. Sungguh paket super duper komplit.

Related article  silahkan sobat baca :
http://www.wishingbaby.com/menyusui-payudara-kanan-dan-kiri/
http://kultwit.aimi-asi.org/2012/07/foremilk-dan-hindmilk-sama-pentingnya/
http://breastfeedingbasics.info/hindmilk-and-foremilk



Sabtu, 17 Mei 2014

IBU 'MODERN' VS IBU 'TRADISIONAL'




Dear Sobat, sengaja saya tidak mendefinisikan apa itu ibu 'modern' dan ibu 'tradisional'. Saya ingin sobat pembaca sendiri yang menyimpulkan atas definisi tersebut. 
Uraian di bawah nanti merupakan murni pendapat pribadi yang diilhami dari lingkungan yang bisa terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa oleh perasaan alias hati penulis.

Yuk mari langsung aja cus ke penjelasannya (mudah2an aja bisa jelas).

1. Ibu Modern takut kalau bayinya ga mau minum susu formula. Banyak alasan yang mendasari mereka untuk mencetuskan teori tersebut, tapi selama pengamatan yang saya lihat alasan yang paling kuat adalah takut bayinya "kelaparan" saat mereka sibuk "kerja" (katanya). Andai mereka tau betapa berharganya ASI pasti mereka akan melakukan berbagai cara agar bayi-bayi mereka bisa makan+minum ASI. Hari gini, udah banyak banget keles info mengenai ASI, donor ASI, pompa ASI dll, bahkan komunitas-komunitasnya juga ga kalah saing banyaknya. Jadi ga ada alesan sih buat ga ASI.
Beda cerita dengan emak-emak jaman dulu. Anak sampe mau masuk TK aja masih ada yang di tetekin. Tapi salut banget deh buat ibu modern yang mau memberi ASI buat si bayi min 2 tahun disela kesibukan kerjanya.

2. Ibu Modern sedikit-sedikit menggunakan alat bantu. Contoh : pemompa ASI, kursi mandi bayi, penghisap/penyedot ingus dll. Keberadaan alat-alat tersebut tidak lain tidak bukan adalah mempermudah dan membantu pekerjaan sang ibu. Selama manfaatnya lebih banyak is ok wae kan. Tapi kalo ibu tradisional berpikir, ribet amat sih pake-pake alat segala belum lagi harganya yang mungkin aja mahal.Sampe nyedot ingus bayi aja harus pake alat. Asal ibu-ibu ketahui aja, biasanya ibu tradisional menyedot ingus banyinya langsung menggunakan mulut mereka. Tahukah Anda jika di dalam mulut ibu tersebut merupakan sarang kuman dan bakteri apalagi kalo ujuk-ujuk nyedot aja tanpa membersihkan rongga mulut sebelumnya. Niat awalnya pengen mengurangi menderitaan bayi eeh malah mendonorkan kuman dan bibit penyakit baru.

3. Ibu Modern sedikit-sedikit minum obat kalo si bayi sakit. Contoh : bayi panas langsung aja dicekokin paracetamol atau ibuprofen. Padahal di awal-awal panas bisa  di coba dulu dengan mengompres bayi dengan tumbukan daun kembang sepatu, kompres air hangat (ingat, bukan air es) atau cara-cara tradisional lainnya.

4. Ibu Modern bingung mau nitipkan bayinya dimana. Ga tau kenapa ibu-ibu jaman sekarang waktu sehari 24 jam itu kayaknya kurang. Padahal biasanya mereka udah dibantu oleh asisten rumah tangga. Sampe-sampe mereka bingung mau "ditarohh" dimana ni bayi biar ga mengganggu aktifitas. Ibu tradisional, si bayi belum bangun ibu udah sibuk dengan urusan kerumahtanggaannya. Pas bayi bangun tidur udah beres tu rumah dan segala isinya. Tinggal ngurus si buah hati. Sepanjang hari 24 jam ibu selalu mantengin tumbuh kembang anaknya agar ia tak ketinggalan sedikitpun moment berharga tersebut. Pokoknya ibu tradisional pinter banget dah management waktunya.

Sepertinya cukup 4 point aja yang baru bisa saya jabarkan. Mudah-mudahan bermanfaat bagi sobat pembaca. Penulis saat ini hanya bisa menganalisa apa yang terjadi di lingkungan sekitar dan belum bisa mempraktekkannya (secara penulis belum ngalami punya anak). So, maaf jika uraian di  atas terlalu teoritis dan kurang berkenan di hati. Dari hati yang terdalam saya tulus ingin berbagi pengetahuan kepada sobat.